Weekend ke 18 – Donat | Song: Brian McKnight – Marry Your Daughter

Ini rumahnya. Sudah lama tidak kesini. Rumah yang nyaman. Halaman rumah dipenuhi dengan puluhan tanaman sri rejeki dan gelombang cinta dalam pot. Di depan garasi ada atap yang dirambati markusa. Cahaya matahari membentuk siluet daun-daun di atas kap mobil. Setahuku penghuni rumah ini juga baik dan ramah. Seteduh rumah mereka. Semoga hari ini si kepala keluarga juga dalam keadaan teduh. Aku ketok pintu rumah ini dengan jantung berdegup tak terkendali.

“Iyaa, sebentar!”

Tak lama pintu dibuka. Seorang gadis tomboy yang dulu berponi kuda, bisa judo dan bermain bola kini sudah tinggi semampai, cantik, dan berkerudung membukakan pintu untukku. Senyumnya tergaris sempurna begitu melihatku.
“Aiiih, masuuk. Udah lama gak ketemu.”
“Hehehe iya, sibuk kuliah. Mumpung pulang ke sini, aku mampir. Hmm bapak ada?”
“Bapak? Ada. Tumben ketemu nyari bapak”
“Iya, ada keperluan”

***

Aku menulis cerita lagi untuk blogku, mengisi waktu selama perjalanan Berlin-Jakarta. Di luar, awan sudah berpendar jingga. Matahari akan terbenam. Aku mungkin akan sampai pukul 10 di Soekarno Hatta. Tidak ada yang tahu,  ini perjalanan pulang rahasia. Menurut perhitunganku, aku akan sampai kampung jam 7 pagi. Mereka pasti akan terkejut. (R)

***

“Kamu kemana saja selama ini? Biasanya bareng Rey main ke sini”
“Kuliah, pak. Sambil buka usaha juga”
“Usaha apa?”
“Donat.”
“Donat? Bapak suka tuh sama donat buatan almarhum nenekmu. Kalau lewat sering aku panggil, buat cemilan di kantor”
“Iya pak. Kebetulan dulu waktu kecil sering bantu nenek di dapur tapi aku buat sehebat apapun masih lebih enak donat buatan nenek. Hahaha. Ah bapak, jika boleh, ada yang ingin kusampaikan..”
“Ada apa?”

***

Dia datang ke sini untuk hal itu. Memang sudah lama tidak bertemu dengannya. Tapi aku kenal dia orang yang baik. Sangat baik malah. Tanganku bergerak dengan sendirinya, memencet sejumlah nomor untuk menghubungi dia. Rey. Entah, aku seakan butuh dengar suaranya. (F)

***

Seorang penumpang di baris ketiga di depanku baru saja dimarahi seorang pramugari. Ia lupa mematikan dan mengganti menjadi flight mode pada telepon selularnya. Beberapa kecelakaan pesawat terjadi karena gangguan sinyal. Semoga perjalanan ini pun aman. Aku pastikan lagi telepon selularku dalam keadaan mati. Lagipula orang-orang pasti mengira aku masih di Wina. Jika mereka tahu pasti sebentar-sebentar sudah menelepon lagi. (R)

***

Nomornya tidak dapat dihubungi. Beberapa saat kemudian ayah dan ibu masuk ke kamarku. (F)
“Fa, dia datang melamarmu,” Kata ayah. “Bapak ikut apa maunya kamu. Tapi, dia menunggu, dia bilang dia tidak punya banyak waktu. Terima dia atau tolak dia”
Ibu tidak berbicara. Pandangannya seakan bilang, ‘pilihlah dengan bijaksana, ini pilihan seumur hidup’.
“Bapak, gak akan memaksamu. Bapak ikhlas dengan pilihanmu asal pilihanmu gak neko-neko. Bapak rasa dia cukup baik.”
“Pak, Bu. Biar Farah berfikir sebentar, nanti Farah yang ke depan, Farah yang ngomong sendiri.”

***

Aku sudah tidak sabar bertemu ayah dan ibu. Dek Tata dan Adit yang kini pacaran. Main ke usaha donatnya Bastian. Semoga dapat donat gratis hehehe. Kemudian, mencharge kembali rinduku dengan bertemu Farah. Kali ini aku pasti bisa mengungkapkan semua. Perasaan ini bukan sayang kepada sahabat. Aku kini sadar aku menginginkan Farah. (R)

***

Nomornya belum bisa dihubungi. Setelah cuci muka tadi aku sedikit jernih dan tenang. Inilah pilihanku. Semoga ini yang terbaik. Sebelum aku ke depan aku akan sedikit berdandan. Setidaknya sedikit lebih cantik menyambut calon imam hidupku. (F)

***

“Sabar ya, nak Bastian. Farah bilang, dia yang akan bilang sendiri..nah itu dia datang”
Dia datang. Wanita yang kuinginkan dalam hidupku. Lebih cantik dari ketika dia menyambutku di pintu tadi.
“Bastian, jujur Farah kaget dengan maksud kedatangan Bastian hari ini..”
Tolong katakan iya. Iya. Tuhan, bantulah.
“Maaf Farah tadi lama, Farah menghargai kedatangan Bastian ke sini..Farah tadi berpikir dulu sebelum memutuskan.. ”
Aku tidak tahu mukaku semerah apa saat ini.
“Keberanian, kesiapan, tidak semua laki-laki bisa seperti Bastian. Apalagi Bastian datang sendiri..”
Akh! Kumohon! Aku malu sendiri. Aku malu apabila aku ditolak. Ingin rasanya pergi secepatnya dari sini!
“Farah sudah memutuskan, Farah terima pinangan Bastian”
Eh, apa? (B)

***

Soekarno Hatta tidak banyak berubah. Sudah ada terminal baru yaitu terminal empat. Ada eskalator horisontal seperti di luar negeri. Aku kembali ke negara ini. Negara tropis tercinta. Kemudian seorang menepuk pundakku dari belakang.
“Hai kamu, sombongnya! Gimana? Sudah sarjana musik?”
Aku yakin tidak seorangpun tahu rencana kedatanganku di Indonesia ini. Aku segera memakai kacamataku dan melihatnya lebih jelas.
“Erena!”
“Aku ingin ke Indonesia. Aku ingin mencari ibuku. Aku tidak punya kerabat yang kukenal, aku numpang di tempatmu ya?”
“Ah! Sejak kapan? Jangan-jangan kita satu pesawat! Sialan!”
“Emang satu pesawat. Kau saja yang asyik mengetik di macbook-mu selama perjalanan”
“Ah siaaaal! Baiklah, akan kukenalkan kau pada Tata! Yuk, ikuti aku!”
Sepertinya perjalananku tidak akan membosankan. Ada Erena yang menemani. Hehehe. Aku menyimpan keinginanku untuk menelepon siapapun di kampung sana. Semoga semuanya terkejut. (R)

***

Nek, semua berjalan dengan lancar. Alhamdulillah. Dia menerima lamaran Bastian. Wanita yang Bastian cintai diam-diam dari kecil. Wanita tercantik bagiku. Lebih manis, bahkan jika dibandingkan dengan donat buatanmu. (B)

Image

7 pemikiran pada “Weekend ke 18 – Donat | Song: Brian McKnight – Marry Your Daughter

  1. Hhheeeemmmmmmmmmmmmmmmmm *mengecek ingatan*
    Merk donat ini bikin sayembara ya Nald? (sayembara? bahasanya Bobo jaman dulu banget ya hihihihi)

    Suka

  2. otak w udah mo komen ini itu….
    tapi semua beralih saat liat foto donat favorit w di bawah…
    betapa mudahnya diriku teralihkan >,< maaf… hahaha

    Suka

Tinggalkan komentar